Media Berita Online Bali Terkini, Kabar Terbaru Bali - Beritabali.com

Gubernur Koster dan OJK Susun Langkah Percepatan Pemulihan Ekonomi Bali

(Ist)

DENPASAR - Gubernur Bali Wayan Koster memimpin Rapat dengan  Ketua Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar yang hadir di Jayasabha, Denpasar pada Kamis (11/8) pagi. Selain itu, turut serta dalam rapat tersebut secara daring Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Angela Tanoesoedibjo , serta Sekretaris Eksekutif Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) Raden Pardede. 

Turut hadir mendampingi Gubernur Wayan Koster, Wakil Gubernur Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, Kepala Kantor Wilayah Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho, Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara, Giri Tribroto, Direktur Utama Bank BPD Bali, I Nyoman Sudharma, Perwakilan Kadin Bali serta PHRI Bali. 

Dalam arahannya, Gubernur Bali Wayan Koster mengapresiasi OJK pusat datang full team, juga ada atensi dari Wamen (kementerian Parekraf,red) dan kementerian keuangan, dalam rangka membahas pemulihan pariwisata Bali. 

"Memang pemulihan ekonomi Bali tergolong lambat jika dibanding kondisi nasional. Kita perlu terobosan-terobosan kebijakan serta perubahan kebijakan yang ditangani oleh otoritas keuangan dan lembaga lainnya. Keseluruhan lembaga ini bisa mendorong percepatan pemulihan perekonomian Provinsi Bali," jelasnya.

Kondisi penanganan pandemi covid-19 di Bali sudah semakin baik, meskipun ada terlihat sedikit kenaikan kasus namun cepat sembuhnya. Mirip-mirip flu, yang meninggal tidak ada. Vaksinasi cukup tinggi, dosis pertama 105 persen, dosis kedua 97 persen dan booster 78 persen. Sehingga Bali sudah nyaman dan aman untuk dikunjungi. Kondusif sekali. 

 

"Wisatawan yang datang ke Bali terus meningkat dan maskapai sudah 23. Wisatawan diatas 9.000 per hari dan wisdom diatas 10 ribu. Untuk pertama kali inflasi di bali tinggi. Yakni 6,7 persen, yang cukup tinggi. Sesuai koordinasi dengan pak Kepala BI saya sedang berusaha untuk memperbaiki perekonomian Bali ini. Juga bersamaan dengan pemulihan pariwisata yang merupakan penyumbang terbesar dari perekonomian Bali," ungkapnya.

Disisi lain, perekonomian bali pada triwulan kedua ini sudah membaik. Laporan BPS, angkanya 3,4 persen naik dari triwulan pertama yakni di angka 1,64 persen. Sedangkan 2021 minus 2,47 persen dan 2020 minus 9,31 persen. Jadi berat sekali dampaknya.

"Meskipun perekonomian sudah mulai membaik, dibandingkan dengan kondisi sebelumnya namun Bali termasuk provinsi yang pemulihannya memerlukan waktu yang lebih lama dari daerah lain. Disini banyak usaha, ada yang mampu menangani  cepat tapi ada yang belum. 2 tahun lebih tidak beroperasi ada yang AC-nya macet, kamarnya berdebu, lemari rusak, sepatunya sudah tidak bisa dipakai, kamuran dan lainnya. Jadi untuk pemulihan masih diperlukan satu usaha yang memerlukan upaya lagi," terangnya.

Kondisi ini memang dampak langsung pandemi covid-19, (Bali,red)  sangat terdampak. Ia berharap pertemuan ini bisa jadi momentum untuk recovery kedepan. Di sisi lain, kondisi internasional masih ada situasi geopolitik perang Rusia-Ukraina yang berdampak pada situasi nasional. Terutama pada sektor pariwisata. Pariwisata yang mengalami tekanan berat, hingga kini belum pulih betul. Kondisi Bali tentu beda dengan Indonesia secara umum karena satu-satunya wilayah yang jadi destinasi wisata dunia. Yang paling terdampak. Daerah lain turbulennya beda dan lebih mudah pulihnya. 

"Kaitannya dengan itu, saya ucapkan terimakasih atas perhatian dan kebijakan yang diberikan untuk sektor pariwisata Bali, pemerintah pusat telah berikan bantuan melalui program PEN. lalu BI ada insentif kelonggaran. OJK ada kelonggaran perpanjangan masa restrukturisasi hingga maret 2023. Kami memohon agar diperpanjang hingga 2025 karena Bali belum pulih. Terima Kasih pada instansi pemerintah dan swasta yang memberikan dukungan untuk percepatan pemulihan pariwisata dengan event-event nasional dan internasional. Sudah ramai terus, apalagi berkaitan dengan G20," tambahnya.

 

Memperhatikan kondisi internasional saat ini termasuk kondisi nasional, pemulihan ekonomi di Bali masih berjalan dengan sangat lambat karena itu memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Dengan kondisi saat ini maka besar kemungkinan sektor pariwisata blum dapat bagkit untuk melaksanakan kewajibannya hingga maret 2023. Sehingga pertemuan ini sangat mendesak menuju PEN 2023 yang berakhir bulan maret.  

"Kami ingin menyampaikan bahwa ini masih perlu perpanjangan. Supaya ada nafas bagi pelaku usaha pariwisata kami di Bali untk konsolidasi keuangan untuk pengelolaan usahanya agar lebih cepat pulih. Oleh karena itu terus terang beberapa kali pertemuan saya sudah menyampaikan Bali memerlukan kebijakan spasial, perpanjangan masa restrukturisasi setidaknya hingga Maret 2025. Kami percaya bahwa semuanya mampu memberikan kebijakan yang lebih berpihak pada pelaku usaha pariwisata di bali.pada situasi yang normal, kontribusi Bali pada devisa pariwisata secara nasional 44 persen. Naik terus tiap tahun. Kalau tidak dapat dipulihkan, retribusi devisa in akan menurun dan devisa nasional akan menurun di sektor pariwisata. Jadi memang perlu skenario khusus untuk Bali karena cukup besar untuk kepentingan nasional," lanjutnya.

Sementara Kepala OJK Pusat Mahendra Siregar menyampaikan kedatangannya ke Bali karena Ia melihat dan memahami permasalahan kenapa pemulihan ekonomi di Bali ini lambat. Saat secara nasional sudah kembali ke kondisi pra pandemi di sektor-sektor lain, Bali masih jauh dari kondisi pra pandeminya. 

"Ini Merupakan keprihatinan yang serius yang harus kita pahami dalam dan cari solusi langkahnya agar tak berkepanjangan dan makin sulit pemulihannya. Koordinasinya baik sekali dan kami janji komitmen dari tim dari berbagai institusi untuk lanjut kerjasama untuk akselerasi ekonomi Bali. Dalam waktu yang tidak lama kami akan berikan solusi konkrit sambil terus memperkuat perekonomian bali yang belum pulih meskipun penangana pandeminya terbaik. Kita lihat kedepan bagaimana perekonomian Bali agar bisa berkelanjutan, tidak hanya bergantung pariwisata. Kita belajar bahwa perekonomian Bali sangat rentan pada hal demikian. Kami di rapat dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sudah diarahkan ke depan terkait isu ini, permintaan permohonan perpanjangan restrukturisasi kredit terkait masih memerlukan waktu tambahan atas kondisi di Bali. Debitur di Bali," jelasnya.

Ia menyampaikan juga bahwa untuk keseluruhan ekonomi Indonesia dan keseluruhan sektor kondisinya berbeda-beda. Ada yang sudah cukup pulih, ada yang sudah sangat pulih. 

"Misalnya manufaktur dan pendukungnya. Pertumbuhan di tahun ini double digit, belasan bahkan ada yang diatas 20 persen.Juga di sektor riil lain. Untuk transportasi dan pergudangan pertumbuhan di atas 20 persen. Bukan hanya pulih tapi mendekati kondisi pra pendemi dan bahkan sekarang lebih kuat. Dampak pada jumlah kebutuhan restrukturisasi di bank-bank. Kebutuhan di sektor riil itu jauh dibawah 20 persen dari seluruh pinjaman ybg diperlukan. Jelas tidak butuh lagi perpanjangan restrukturisasi. Sudah bisa pendekatan dengan pola normal tergantung kondisi bank. Kondisi bank secara umum juga sudah lebih baik. Bank butuh support juga untuk restrukturisasi. Fiskal, suku bunga, dan lainnya. Namun memang dikonfirmasi untuk sektor akomodasi dan makanan minuman secara nasional masih rendah. Apalagi untuk Bali yang secara sektor tersebut bisa menyumbang PDRB 17-18 persen," tutupnya. (Tim/LB3)

Komentar